Rabu, 07 Mei 2014

My First Fanfic~





-Not Twin-



 

Disclaimer : Tuhan YME

Main Cast :
-         Kim Min Seok (Xiumin) of EXO-M
-         Ahn Sohee
-         Xi Luhan of EXO-M
-         Huang Zi Tao of EXO-M
-         Wu Yi Fan (Kris) of EXO-M

Author : Me~

Warining’s : Gaje, Typo’s, Misstypo’s, cerita gak nyambung sama judul, dan keanehan-keanehan lain didalamnya.

Genre : temukan sendiri~

Rate : T

Don’t Like? Don’t Read!
Happy Reading~!

~
Summary :
Xiumin dan Sohee adalah teman sejak kecil, entah kenapa wajah mereka bisa begitu mirip. Suatu hari, teman sekolah Sohee mengajaknya untuk kencan. Tapi karena dia mempunyai janji dengan pemuda lain, dia meminta Xiumin untuk menggantikannya kencan dengan teman sekolahnya itu.

^©^
“Umin ah~ aku mohon.. gantikan aku kencan dengan pemuda yang bernama Luhan itu” ucap seorang wanita kepada seorang pemuda yang ada dihadapannya. Baru beberapa menit yang lalu wanita itu membuat keributan dengan meneriakan nama ‘Xiumin! Xiumin!’ dan sekarang? Wanita itu kelihatanya sedang memohon kepada teman sejak kecilnya itu.
“Apa kau ini gila? Aku ini laki-laki, mana mungkin aku kencan dengan laki-laki” Xiumin, pria yang diminta bantuan itu menolak permintaannya.
“Umin ah~ aku mohon~ tidakkah kau mau berbaik hati menolong temanmu yang cantik dan baik hati ini?” lagi-lagi wanita itu memohon. Tapi sekarang dengan sedikit pujiaan untuk dirinya sendiri.
Xiumin kelihatan tengah berfikir, ya.. dia tahu, teman sejak kecilnya itu memang cantik dan baik hati. Tapi, haruskah dia menerima permintaan konyol temanya itu?
“Umin~ kenapa diam seperti itu? Apa jawabanmu, mau atau tidak? Mau kan? Mau kan? Mau kan?” sekarang  nada yang dilontarkan wanita itu sedikit memaksa.
“Tidak!” ucap Xiumin tegas.
“Oh.. Ayolah~ lagi pula wajah kita ini mirip kan? ” wanita itu belum menyerah juga, dia masih memohon “Xiumin, aku mohon. Ya? Ya? Ya?” kali ini wanita itu memasang muka sedih yang dibuat-buat.
“Huft~ baiklah Sohee, kau menang. Aku akan menggantikanmu kencan dengan pemuda yang bernama Luhan itu!” hati Xiumin benar-benar luluh sekarang, sepertinya Sohee tahu jika Xiumin tidak tega melihat seseorang yang akan menangis. Yaa.. itu kelemahannya, dan Sohee tahu itu. Cara yang benar-benar licik.
“Yes! Terima kasih Xiumin, kau benar-benar baik” ucap Sohee -nama wanita yang memohon tadi- dengan sangat riangnya, dia sudah bersiap-siap untuk memeluk teman kecilnya itu. Tapi buru-buru Xiumin berdiri dari posisi duduknya, dia menghindar. Karena pergerakan Xiumin yang tiba-tiba Sohee terjatuh. Tapi untunglah ada kursi yang baru saja diduduki Xiumin, sehingga ia malah jatuh terduduk disitu. Sohee megerjapkan matanya, sejak kapan Xiumin menolak untuk ia peluk? Sejak kapan temannya itu menolak pelukkannya?
Puk!
Tepukan pada kedua pundaknya menyadarkan ia dari lamunannya. Sekarang wajah Xumin berada dekat dengannya, sudah lama sekali ia tidak melihat wajah temannya itu dari dekat. Dia baru menyadarinya, sekarang pipi chubby Xiumin sudah tidak ada, wajahnya kelihatan tirus sekarang. ‘Apakah Xiumin cukup makan? Kenapa wajahnya jadi tirus seperti tu? Apa aku kurang memperhatikannya, sehingga sekarang dia jadi berubah seperti ini?’ semua pertanyaan itu Sohee lontarkan dalam hati.
“Dengar Sohee.. aku sudah mengabulkan permohannanmu, sekarang bisakah kau pulang? Ini sudah hampir jam 11 malam. Dan kau berada didalam kamar seorang pemuda sekarang, bisakah kau pulang?” Xiumin melontarkan pertanyaan.
Sohee masih bergelut dengan fikirannya sendiri ‘Bahkan sekarang suaranya sedikit berat’ ia bergumam, ternyata banyak sekali perubahan dari temannya itu.
Xiumin mengibas-ngibaskan tangannya tepat diwajah Sohee, apakah ia salah lihat. Sohee belum mengedipkan matanya beberapa menit ini. “Haloo~ Sohee... apakah kau mendengarkan ku?” ucap Xiumin dengan tangan yang masih dikibas-kibaskan.
“Ah! Ya, ada apa?” Sohee baru saja tersadar dari lamunannya lagi. “Aku bilang kau harus pulang, ini sudah hampir jam 11 malam.” Xiumin mengulang pernyataannya.
“Ya.. kau benar, aku harus pulang. Bye~” nada ucapannya sedikit gugup. Degan cepat ia langkahkan kakinya keluar dari kamar Xiumin. Dan sang pemilik kamar hanya bisa bingung melihat perubahan emosional temannya yang sangat cepat itu.

  
^©^


Keesokan harinya~
“Wah.. kau benar-benar mirip denganku..” ucap Sohee yang baru saja selesai mendandani Xiumin, “Kau kelihatan sangat cantik” tambahnya.
“Hah? Kenapa aku harus melakukan ini?” gumam Xiumin dengan nada menyesal. Sepertinya ia salah sudah menerima permohonan Sohee.
“Percuma saja kau menyesal, kau sudah menyetujuinya. Sekarang pakia ini!” sepertinya gumaman Xiumin tadi terdengar, Sohee tersenyum licik sambil memberikan sebuah wig kepada Xiumin.
“Apakah aku harus memakai ini semua?” tanya Xiumin.
“Tentu saja.. mana mungkin aku membiarkanmu bertemu dengan Luhan dengan penampilan laki-laki. Sudah cepat, pakai wig itu!”
“Seperti ini?” tanya Xiumin seraya memasang wig itu di kepalanya. Dia benar-benar kelihatan mirip seperti Sohee sekarang.
Mereka berdua kelihatan takjub, apa mereka benar-benar bukan anak kembar? Mungkin saja kedua orang tua mereka mengadopsi mereka dari satu panti asuhan yang sama. Dan masing-masing mengangkat satu anak. Tapi tunggu dulu, mereka itu benar-benar anak kandung!
“Kenapa kita bisa begitu mirip?” Xiumin melontarkan pertanyaan.
“Entahlah. Mungkin itu takdir..” Sohee menjawab.
“Yaa.. mungkin saja—” Jeda beberapa saat “—baiklah, sekarang aku sudah selesai didandani. Dimana aku akan bertemu dengan pemuda yang bernama Luhan itu?”
“Eeum.. kau akan bertemu dia di—”


“Taman kota tepat pukul 10? Sudah hampir satu jam aku menunggu, kemana pemuda yang bernama Luhan itu? Kenapa dia belum datang juga? Aku benar-benar kelihatan seperti orang bodoh sekarang.. berpura-pura menjadi seorang wanita, berdiri dibawah terik matahar, ditambahi dengan syal yang melilit dileher dipertengahan musim panas seperti ini. Pasti aku jadi pusat perhatian..” Xiumin bergumam, dengan mata yang melirik-lirik kesekitar. Berharap semoga Luhan cepat datang. Tiba-tiba seorang pemuda menghampirinya, “Maaf aku terlambat..” ucap pemuda itu, dengan sedikit berlari kecil.
“Apakah kau selalu seperti ini? Membiarkan seorang gadis yang menunggumu?” dengan mudahnya ucapan itu keluar dari mulut Xiumin. Luhan belum bicara, sepertinya ia tengah bergelut dengan fikirannya sekarang. Membiarkan seorang gadis yang menunggunya? Ini baru pertama kalinya terjadi, bisanya ia yang akan menunggu gadis-gadis itu.. mana tega ia membiarkan seorang gadis cantik berdiri dibawah terik matahari selama berjam-jam. Pria macam apa dia?
“Maaf.. aku benar-benar minta maaf. Tadi aku tertidur, karena aku fikir kau akan datang terlambat. Bukankah semua wanita seperti itu, Mereka akan terlambat untuk datang keacara seperti ini. Mereka akan sibuk sendiri dengan penampilannya, itulah kenapa aku merasa semua wanita itu sama. Mereka tidak pernah tepat waktu.”
“Analisis macam apa itu? kau fikir semua wanita itu sama?! Aku ini berbeda, aku bukan orang yang suka membuang-buang waktu.  Satu detik, ah.. bukan, bahkan sepersekian detik-pun sangat berharga bagiku.”
“Ya.. ya.. aku tahu aku salah. Aku minta maaf, sebagai permintaan maafku bagaimana jika aku mentraktirmu ice cream?” Luhan melontarkan pertanyaan, detik berikutnya Xiumin yang sedang menyamar mengangguk

~

“Maaf menunggu, ini ice cream untuk mu” ucap Luhan seraya memberikan ice cream-nya kepada wanita-Xiumin- dihadapannya.
“Lagi-lagi kau membuat seorang wanita menunggu.” Xiumin-wanita- itu mengambil ice cream yang di berikan Luhan
“Ya..ya.. aku mengerti sepersekian detikmu sangatlah berharga bukan?” ucapnya dengan nada megejek.
“Ya. Sepersekian detikku memang sangat berharga!” Xiumin melangkahkan kakinya cepat. Sepertinya ia sedikit tersindir dengan nada bicara Luhan.
“Hei! Sohee, pelankan sedikit langkahmu.” Luhan sedikit mempercepat langkahnya.
Puk !
Langkah wanita-Xiumin- itupun terhenti saat tiba-tiba  sebelah pundaknya ditepuk oleh pemuda dibelakangnya.
Dengan cepat Luhan berjalan kehadapan wanita-Xiumin- itu. “Akhirnya kau berhenti juga, apa tidak lelah berjalan secepat itu?” sebuah pertanyaan ia lontarkan saat baru saja tiba dihadapan wanita-Xiumin- itu.
Belum sempat Xiumin menjawab, tiba-tiba saja pemuda dihadapanya menjilat ice cream yang berada disebelah tangannya. “Ice cream-mu hampir meleleh” dengan wajah tak bersalah Luhan memberi alasan.
Xiumin masih terdiam diposisinya,
“—ahh mengapa banyak sekali orang berkumpul disitu” ucap Luhan sambil menunjuk satu tempat yang dipenuhi kerumunan orang.
 Tanpa berfikir panjang Luhan menarik tangan wanita-Xiumin- itu, tubuh mungilnya pun ikut tertarik karenanya.
Langkah pertama
deg—!
‘Mengapa jantungku berdetak disaat seperti ini’ ucapnya-Xiumin- dalam hati. Pria yang sedang menyamar itu, memperhatikan Luhan yang masih terus menariknya.
Xiumin tersadar dari lamunannya. Dengan cepat ia melepaska tangannya dari genggaman tangan Luhan.
“Yaks! Bodoh! Apa yang kau lakukan? Kenapa tiba-tiba saja menarik tanganku?” ucap Xiumin dengan nada membentak.
“Maaf” lagi-lagi Luhan memasang wajah tak berdosa-nya.
“Kenapa kau selalu meminta maaf, apa itu hobimu?” Xiumin berkata asal.
“Ya sudahlah lupakan saja, oiya.. sebenarnya sejak awal aku ingin menanyakan hal ini padamu, kenapa aku merasa badanmu sedikit lebih tinggi, lalu kenapa kau memakai syal di pertengahan musim panas, dan.. suaramu juga terdengar lebih berat. Apa kau sakit?”
Xiumin terkejut dengan semua pertanyaan yang diajukan Luhan, tapi buru-buru ia memasang wajah tenangnya.
“Apa semua pertannyaan itu harus ku jawab?” setelah diam beberapa saat akhirnya Xiumin menjawab.
“Ah tidak perlu—“ Luhan mengibaskan tangnnya beberapa kali “—tapi bisakah kau menjawab satu pertanyaan ini saja ’kenapa kau memakai syal di hari sepanas ini ?’ “
“Apa kau tidak mengetahuinya, ini sedang tren di kalangan para gadis remaja” alasan yang tidak masuk akal dilontarkan Xiumin, mana ada tren seperti itu.
“Tapi sepertinya hanya kau seorang yang memakai syal begitu? Kau kelihatan –eumm- mencolok.” ucap Luhan sambil melirik-lirik kesekitar.
“Ah sudahlah lupakan pertanyaan bodohmu itu!” Xiumin mengalihkan pembicaraan. Mereka-pun melanjutkan langkahnya, entahlah tempat mana lagi yang akan mereka datangi.

~

Langit senja-pun tiba , kencan yang melelahkan bersama pemuda bernama Luhan-pun selesai..

~

Xiumin baru saja tiba dirumahnya, buru-buru ia memasuki kamarnya, sebelum kedua orangtuanya melihat ia dengan dandanan wanita seperti ini.
Pintu kamarnya terbuka sedikit, dan seperti ada suara didalam kamarnya. Xiumin membuka pintu itu, dan.. ia melihat Sohee yang sedang berguling-guling tak tentu arah diatas tempat tidurnya.
“Ahh senangnya~, Kris Wu betapa tampannya dirimu”
“Hei apa yang kau lakukan di kamarku?, lalu siapa itu Kris?” dua pertanyaan sekaligus Xiumin lontarkan.
Sohee menghentikan gerakannya, ia turun dari ranjang milik Xiumin dan berjalan kearah Xiumin yang masih ada didepan pintu kamarnya sendiri.
“Ohh.. Umin~ kau sudah pulang? Bagaimana kencanmu, apa menyenangkan?” bukannya menjawab, Sohee malah memberi pertanyaan balik ke Xiumin.
Xiumin, memutar bola matanya, setelahya ia berucap “Ya.. aku sudah pulang, dan kencannya benar-benar melelahkan! Luhan terus saja menarik tanganku jika ada hal aneh terjadi ditempat kami singgah. Dia kekanakan!”
“Kencan kita benar-benar berbeda.” Sohee berucap, senang. Untung bukan dia yang bekencan dengan Luhan.
“Eh? Kencan kita? Jadi tadi kau juga berkencan?” Xiumin sedikit terkejut.
“Yup.. aku kencan dengan pemuda yang bernama Kris, ah~ dia sangat tampan, tinggi, baik, romantis, dan apa kau tahu? Dia itu sangat kaya. Kyaa~ aku senang sekali hari ini!”
Teman kencan Sohee dan Xiumin benar-benar  berbeda, disaat Xiumin harus tersiksa karena harus berkencan dengan Luhan yang kekanakan, Sohee malah bersenang-senang dengan Kris yang kelihattannya dewasa. Eh.. tunggu dulu, Kris? Sepertinya ia pernah mendengar nama itu.. tapi dimana?

~

“Hai.. Min Seok, maaf membuatmu menunggu lama.” seorang pemuda berperawakan tinggi datang menghampiri Xiumin yang tengah membaca sebuah buku didalam kelasnya.
“Oh.. hai Yi Fan! Ya, tidak masalah. Apa ekskul basketmu sudah selesai?” Xiumin mengalihkan wajahnya kearah pemuda tinggi yang bernama Yi Fan itu.
“Ya, hari ini kami hanya latihan sebentar.“ Yi Fan berucap, sambil duduk dikursi sebelah Xiumin.
“Lalu apa yang ingin kau bicarakan?” Xiumin to the point, sebenarnya ia tidak langsung pulang karena temannya itu ingin membicarakan sesuatu dengannya.
“Kemarin aku berekencan dengan teman yang aku temui di jejaring sosial —”
Xiumin memotong pembicaraan Yi Fan “Lalu apa hubungannya denganku?”
“Aku belum selesai bicara! Jangan memotong pembicaraan seseorang, itu tidak sopan!” Yi Fan sedikit marah, ia sangat tidak suka jika ada yang memotong pembicaraannya.
“Ya.. ya.. aku minta maaf, silahkan dilanjutkan.”
“Jadi, saat aku bertemu dengannya aku sangat terkejut. Wajahnya benar-benar mirip denganmu.” Yi Fan menyelesaikan ucapannya.
“Maksudmu?” Xiumin agak bingung.
“Apa kau tidak memiiki kembaran atau semacamnya?” Yi Fan bertannya.
“Tidak ada. Aku ini anak tunggal! Lagi pula banyak orang yang memiliki wajah mirip didunia ini!” Xiumin menjawab santai.
“Ya sudahlah~ mungkin kau memang tidak kenal. Ayo kita pulang saja!” Temannya itu kelihatan pasrah.
Mereka berdua-pun meninggalkan ruangan kelas itu.
‘Eh.. tunggu dulu, kemarin Sohee baru saja kencan dengan seorang pemuda yang tampan, tinggi, baik, romantis, dan kaya. Kriteria itu sangat mirip dengan Yi Fan. Tapi, nama pemuda itu Kris.. sepertinya aku tidak asing dengan nama Kris itu, jika aku tidak salah dengar saat aku memasuki kamar kemarin Sohee berteriak seperti ini ‘—Kris Wu betapa tampannya dirimu’ Kris Wu? Wu Yi Fan? Marga mereka mirip’
“Yi Fan?” Xiumin menghentikan langkahnya.
“Ya?” Yi Fan yang berjalan didepan ikut menghentikan langkahnya, dia membalikan badannya. Melihat Xiumin yang terdiam dengan wajah yang menunduk.
“Apa kau menggunakan nama ‘Kris Wu’ di jejarang sosial?” Xiumin mendongkakkan wajahnya, menatap tepat kekedua bola mata temannya.
“Ya.. bagaimana kau tahu? Bukannya kau bilang kau tidak memiliki satu-pun akun dijejaring sosial selain e-mail.” Yi Fan sedikit bertannya.
“Apa nama teman kencanmu kemarin itu ‘Ahn Sohee’?” bukannya menjawab, Xiumin malah balik bertannya.
“Ya. Dari mana kau tahu semua itu?” Yi Fan bertanya lagi, kali ini ia berharap agar Xiumin menjawab pertanyaannya.
“Dia teman kecilku—” Xiumin memberi jeda di perkataannya “—jika itu denganmu aku tidak masalah.” Kali ini tatapan mata Xiumin kelihatan kosong.
Yi Fan mengangkat satu alisnya –bingung-, sebenarnya apa maksud temannya itu?
“Jaga Sohee untukku, aku mempercayakannya padamu. Jangan sekali-kali kau membuatnya menangis, aku tidak suka jika melihat Sohee menangis.” Lagi-lagi Xiumin berkata yang tidak jelas.
“hah?” Yi Fan benar-benar bingung sekarang, ada apa dengan teman baiknya itu?
“Aku bilang ‘Jaga Sohee untukku, aku mempercayakannya padamu. Jangan sekali-kali kau membuatnya menangis, aku tidak suka melihat jika Sohee menangis’ kau mengerti?” Xiumin mengulang ucapannya tadi, kali ini tatapan kosong matanya sudah tidak ada. Yang ada hanya kesungguhan.
“Ya.. aku akan menjaganya, tapi bukan untukmu. Melainkan untuk dirinya sendiri.” Yi Fan berucap, entah apa yang merasukinya sehingga ia dengan lancarnya mengeluarkan semua ucapannya itu.
Xiumin terkejut, sepertinya Yi Fan sungguh-sungguh dengan ucapannya tadi. “Ya.. seterah kau saja! Yang penting Sohee merasa senang” bersamaan dengan ucapannya itu, Xiumin melangkahkan kembali kakinya. Disusul dengan Yi Fan yang kini berjalan dibelakangnya.


^©^


Satu minggu kemudian ~Liburan Musim Panas hari pertama~
“Hallo, Umin? Kau ada dimana sekarang? Tadi aku kerumahmu, tapi dirumahmu kosong, ibuku bilang kau dan keluargamu sedang pergi keluar.  Aku butuh bantuanmu untuk berkencan dengan Luhan lagi. Tapi, karena kau tidak ada, sepertinya aku harus membatalkan kencanku dengan Kris. Jika kau bertannya kenapa aku tidak membatalkan kencanku dengan Luhan saja, aku akan menjawabnya. Karena Luhan yang mengajakku kencan pertama. Jika kau mendengar pesanku, hubungi aku yah~”
Sebuah pesan suara yang cukup panjang baru saja selesai Xiumin dengarkan, kemudian ia mengotak-atik ponsel-nya. Dia menuliskan sebuah pesan singkat kepada orang yang baru saja mengirim pesan suara kepadanya itu.
“Hallo Sohee~ aku sudah mendengar pesanmu, maaf tadi ponselku di-nonaktifkan. Maaf juga tidak bisa membantumu, selamat bersenang-senang dengan pemuda kekanakan itu yah.. Bye~ ^^ ”
Send—!
Ia baru saja selesai mengirim pesannya, kemudan ponselnya itu ia letakan diatas sebuah meja kecil disebelahnya. Ia membaringkan kembali tubuhnya, sekarang ia bukan tengah berada dikamar kesayangannya. Melainkan ia tengah berada disuatu tempat yang paling ia benci, tempat yang paling tidak ingin ia datangi.

~

-Ditempat lain-
“Ah.. maaf membuatmu lama menunggu Luhan, ini memang kebiasaanku. Selalu tidak tepat waktu” seorang wanita tengah berlari kecil menghampiri pria yang tengah berdiri di dekat sebuah jam besar  yang terletak di tengah-tengah taman kota. Wanita itu berlari sambil berucap suatu hal.
“Eh? Bukankah kau bilang padaku bahwa sepersekian detikmu itu sangat penting?” Luhan, pemuda yang berada dihadapannya bertannya dengan nada bingung.
“Hah? Apa maksudmu?” wanita yang ada dihadapannya balik bertannya.
“Sohee, ada apa denganmu? Apa kau punya masalah dengan mengingat? Padahal baru satu  minggu yang lalu kita berkencan.” Luhan semakin bingung.
“Ah.. sudahlah, mungkin aku terlalu lelah saat ini. Bagaimana jika kita singgah sebentar dikafe itu?” Sohee, wanita itu mengalihkan pertanyaan.
“Baiklah, mungkin kau terlalu lelah karena berlari tadi, dan karena terlalu lelah kau jadi susah untuk mengingat” Luhan menjawab enteng.
Mereka-pun berjalan menuju satu kafe yang jaraknya cukup dekat, setelah sampai dikafe itu mereka memilih tempat duduk dan memesan masing-masing satu minuman  yang ada dimenu dikafe itu.
 “Hei! Kau sudah tidak sakit lagi? Suaramu tidak terdengar berat lagi sekarang.” Luhan memulai pembicaraan dengan satu pertanyaan yang menurut Sohee aneh.
“Aku belum sakit selama musim panas ini? Apa kau mendo’a-kan ku sakit?! ” Sohee berucap kesal
 “Eh, tapi seminggu yang lalu suaramu kedengaran berat. Oiya, kenapa kau tidak memakai syal lagi, bukankah katamu itu sedang tren?” Luhan menanyakan hal aneh lagi.
“Hah? Memakai syal dicuaca sepanas ini? Apa kau sudah gila?!” Sohee berdiri dari posisi duduknya, dia keihatan sangat kesal. Kenapa Luhan menanyakannya pertanyaan-pertanyaan aneh kepadanya.
“Ah.. tubuhmu juga agak pendekkan, apa kau mengalami masa penuaan?” satu pertanyaan aneh Luhan lontarkan.
Sohee menggebrak meja kencang. Wajahnya sudah merah sekarang, wajahnya merah karena ia sudah benar-benar kesal ditambah dengan cuaca hari ini yang sangat panas. Ia sudah tidak bisa lagi mngontrol emosinya.
“XI LUHAN KAU ITU BODOH ATAU APA HAH? AKU INI BARU KELAS 2 SMU, USIAKU JUGA BARU 17 TAHUN! MANA MUNGKIN AKU SUDAH MENGALAMI MASA PENUAAN. LAGIPULA TINGGI-KU SELALU SEPERTI INI SELAMA BEBERAPA MINGGU TERAKHIR!” Sohee berteriak, ia menjadi pusat perhatian di kafe ini sekarang. Buru-buru ia keluar dari kafe itu, meninggalkan Luhan yang masih tercengang.
“Mana mungkin seseorang mengalami perubahan fisik dan psikis hanya dalam satu minggu. Sepertinya ada yang aneh. Aku merasa ganjal dengan semua ini, aku merasa seperti aku tengah mengencani  2 orang yang berbeda. Jika aku benar-benar mengencani 2 orang yang berbeda, siapa sebenarnya Sohee yang asli. Sohee yang berkencan denganku seminggu yang lalu, atau Sohee yang berkencan denganku hari ini?” Luhan bergumam tidak jelas, wajahnya ia alihkan kepintu masuk kafe yang baru saja Sohee lewati beberapa menit lalu.
Beberapa saat kemudian seringaian licik mucul di wajah pemuda manis itu, sepertinya ia punya satu rencana besar.

~

Keesokan Harinya ~Liburan Musim Panas hari kedua~

Dreet~ Dreet~
_Satu pesan masuk_
From : Luhan
Sohee, bisakah kita bertemu hari ini? Aku ingin minta maaf langsung atas sikapku kemarin. Jangan balas pesan ini! Aku akan menunggumu di jam besar dekat taman kota tepat pukul 12 siang nanti. Aku harap kau datang...
-Klikkk-
Sohee mengerjapakan matanya beberapa kali, ia baru saja selesai bersiap-siap untuk pergi berkencan dengan Kris. Tapi begitu pesan dari Luhan masuk dia langsung berfikir keras. Membatalkan kencannya dengan Kris lagi, atau pergi menemui Luhan? Ia tahu, kemarin dia juga salah. Membiarkan Luhan menunggunya lama dan baru setengah jam mereka bertemu, dia langsung meninggalkannya begitu saja. Belum lagi, kemarin juga dia sudah membentak Luhan didepan banyak orang. Tapi dia tidak mau membuat Kris kecewa karena kencan mereka harus dibatalkan lagi.
Ah~ dia benar-benar bingung?!
“Arght~ aku pusing! Apa yang harus aku lakukan?! Hanya Xiumin satu-satunya harapanku. Aku harap dia mau menolongku lagi hari ini.” Setelah selesai dengan ucapannya, Sohee cepat-cepat keluar dari kamarnya dan berlari kerumah Xiumin yang tepat berada disebelah rumahnya.

~

“Xiumin! Xiumin!” sebuah teriakkan menggema dilantai bawah rumah kediaman keluarga Kim. Xiumin yang sedang berada didalam kamarnya bisa dengan mudahnya mendengar suara itu. Semakin lama suara itu semakin terdengar jelas. Pintu dikamar Xiumin terbuka, menampilkan sosok wanita yang baru saja membuat keributan itu.
Secara tiba-tiba wanita itu langsung berjalan menghampiri Xiumin yang sedang duduk disalah satu kursi dekat meja belajar. Setelah tiba dihadapannya, wanita itu menjadikan lutut sebagai topangan badannya. Wanita itu mengepalkan kedua tangannya, membuat pose memohon.
Xiumin memutar bola matannya –bosan- ia sudah sering sekali melihat pose itu. Wanita dihadapannya ini pasti akan memohon-mohon kepadannya.
“Luhan lagi?” Xiumin to the point
-Sohee-wanita itu menggangguk.
“Baiklah tapi ini terakhir kalinya aku membantumu. Jika tidak ada kepastian, lebih baik tolak saja. Walaupun Luhan itu kekanakkan tapi dia juga punya hati yang perlu kepastian.” Xiumin beranjak dari posisi duduknya, berjalan kearah lemari tempat ia biasa menaruh pakaiannya. Ia mengambil baju dan wig yang pernah ia gunakan seminggu yang lalu, baju perempuan serta wig panjang yang dibelikan Sohee untuknya.
Xiumin memutar badannya. Menghadap Sohee yang masih dalam posisi duduk dilantai. “Tunggu sebentar, aku ganti pakaian dulu.” Xiumin berucap, kemudian ia masuk kedalam kamar mandi yang ada didalam kamarnya.
Sohee masih terdiam.
Beberapa menit kemudian Xiumin keluar dari kamar mandi dengan penampilan wanitanya. Xiumin berjalan menghampiri Sohee yang sudah duduk dikursi tempat Xiumin duduki tadi.
“Sepertinya aku tidak perlu di make up.”
Sohee angkat bicara “Ya. Kau tidak perlu make up wajah cantikmu sudah alami.”
Xiumin tertawa kecil, sebelum akhirnya dia bicara “Apa kau akan kencan juga?”
Hanya anggukan yang Sohee berikan.
“Apa dengan Kris lagi?” Xiumin bertannya.
Sohee mengangguk lagi.
“Jika itu dengan Kris, aku tidak apa. Kris itu pemuda yang baik, dia teman baikku. Dia akan selalu melindungimu, dan aku menjaminnya. Dengar, aku ini selalu benar.” Xiumin berkata serius.
“Apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti! Kenapa kau menyebut Kris sebagai teman baikmu. Apa kau mengenalnya?” Sohee agak bingung, kenapa tiba-tiba saja Xiumin berkata serius seperti itu.
“-Wu Yi Fan- itu nama asli Kris, dia teman sekelasku di SMU.” Akhirnya Xiumin memberi penjelasan.
“Hah? Sejak kapan? Kenapa kau tidak pernah bilang padaku.. Xiumin jahat~” Sohee agak histeris.
“Hei hei, apa Yi Fan tidak pernah bilang padamu?” Xiumin balik bertannya.
Sohee menggelengkan kepalannya.
“Ya sudahlah.. Lupakan soal Kris! Jam berapa aku akan bertemu Luhan?” Xiumin kembali bertannya.
“Di jam besar dekat taman kota tepat pukul 12 siang” Sohee membaca kembali pesan yang Luhan kirim tadi.
“Lalu kapan kau akan bertemu dengan Kris?”
“Pukul 12 siang juga, dia akan menjemputku.” Sohee menjawab pertannyaan itu.
“Baiklah. Ayo kita keluar.” Xiumin menarik tangan Sohee dan mengajaknya keluar dari rumahnya.
Sohee terkejut karena pergerakan Xiumin yang tiba-tiba. Sudah lama sekali sejak mereka tidak berpegangan tangan seperti ini lagi. Terakhir kali itu sejak mereka SD.

~

Xiumin memperhatikan Sohee yang tengah memakai sepatunya.
“Apa kau akan memakai sepatu dengan heel setinggi itu?” Xiumin bertannya.
“Tentu saja.” Ucap Sohee sambil berdiri tegap,dia baru saja selesai memakai sepatunya.
“Jangan pakai itu, nanti kau akan terjatuh jika tiba-tiba heel-nya patah.” Xiumin memberi peringatan.
“Tidak akan.. sudahlah cepat pergi, nanti kau terlambat.” Sohee berkata yakin.
Xiumin dan Sohee melangkahkan kakinya keluar, Xiumin berjalan didepan Sohee. Mereka sudah tidak berpegangan tangan, tapi bekas  genggaman itu masih terasa hangat ditangan keduanya.
Sebelum benar-benar keluar dari halaman depan rumahnya Xiumin membalikan badannya, menghadapa Sohee dan tiba-tiba saja—
Grep!
—Xiumin memeluk Sohee. Sohee terdiam, dia terkejut atas perubahan sikap Xiumin yang tiba-tiba. Setelah beberapa saat pelukan itu-pun terlepas.
“Jaga dirimu Sohee~ aku pergi dulu.” Xiumin mengusap puncak kepala Sohee. Setelahnya ia-pun pergi.
Sohee masih terdiam, kedua pipinya sekarang sudah dihiasi banyak rona merah. Ia menundukan kepalannya. Dia masih berfikir. Kenapa Xiumin berubah dengan tiab-tiba?

~

“Aku harap Luhan datang cepat.” Sebuah harapan Xiumin lontarkan. Dia sedang menunggu Luhan sekarang, ini memang belum jam 12 tepat. Tapi, dia tidak suka harus membuat orang menunggu.
Dia menengok-nengok keberbagai arah. Mencari Luhan yang entah datang kapan. Tiba-tiba saja Xiumin kehilangan keseimbangannya, ternyata ada seorang pemuda bertopi yang menabraknya. Dan orang itu.. mengambil tas milih Sohee yang dipinjamkan untuknya?!
‘Ingat! Ini tas kesayanganku, jaga tas ini baik-baik’ kata-kata Sohee saat mereka hendak keluar dari rumahnya tadi tiba-tiba saja berputar kembali diotaknya.
“Pencuri sialan!” gerutu Xiumin dalam hati. Detik berikutnya, Xiumin mengejar pencuri itu. “Hei tunggu kau! Kembalikan tas ku!” Xiumin berteriak kencang. Saat itu suasana taman kota sedang sepi, jadi tak ada satupun orang yang dapat membantunya.
Xiumin terus mengejar pencuri itu, saat tiba-tiba pencuri itu memasuki satu gang kecil Xiumin berharap cemas. Semoga saja ada jalan buntu disitu. Dan? Jalan digang itu benar-benar buntu. Mungkin ini hari keberuntungannya?
Xiumin masih terengah, sudah lama sekali ia tidak berlari seperti ini. Dia memegang dadanya dengan satu tangannya. Dia  terus mengatur nafasnya.
Pencuri itu membalikkan badannya. Dia itu menunduk, Xiumin tidak bisa melihat wajah pencuri itu. Karena sebagian wajahnya tertutupi. Yang ia bisa lihat, hanya seringaian licik sang pencuri. Detik berikutnya pencuri itu melepas topi yang ia kenakan. Kemudian mengangkat seluruh wajahnya.
Mata Xiumin membola lebar. Terkejut atas apa yang dilihatnya sekarang. pencuri yang ada dihadapannya ini ternyata—
“Luhan?” Xiumin bertanya. Entah mengapa sepertinya hari ini dirinya banyak bertanya.
Pencuri itu –Luhan- ia menunjukkan senyuman liciknya itu lagi. Luhan bukannya ingin menjadi seorang pencuri, ia hanya butuh kebenaran dari apa yang ia ingin tahu benar.
“Ya, aku Luhan. Xi Luhan. Dan kau, Sohee atau bukan Sohee?” Luhan memperkenalkan dirinya. Dia ajuhkan satu petanyaan kepada orang didepannya.
Xiumin, sudah bisa mengatur nafasnya, dia tidak banyak bicara. Ia menatap Luhan, dan tiba-tiba saja
Srett~
Wig yang dikenakannya ia lepaskan, dia berucap “Maaf Luhan. Aku, bukan Sohee. Tapi aku Xiumin, aku teman kecil Sohee.” dengan tegas ia ucapkan kalimat itu. Masa bodo jika Sohee mara padanya, masa bodo jika Sohee menjauhinya. Dia sudah lelah, dia sudah cukup lelah dengan semua kebohongan ini.
“Kenapa kau melakukan itu, bertindak seakan-akan kau itu orang lain. Apa kau tahu, dengan tindakanmu itu.. kau sudah menyakitti satu hati seseorang!” Luhan mengucapkan semua kata-kata itu hanya dalam satu tarikan nafas. Sepertinya ia kecewa, tentu saja. Siapa yang tidak kecewa jika dibohongi?
“Bukan satu, tapi lebih...” Xiumin berkat lirih.
“hah?” Luhan bingung, jadi bukan hanya dia yang tersakiti? Tapi siapa lagi? Apa pemuda yang bernama Xiumin ini juga turut merasakan sakitnya?
“Aku akan memberitahumu. Tapi bukan disini!” Xiumin memasang kembali wig-nya. Ia menarik tangan Luhan dan membawanya kesuatu tempat.

~

...
“seperti itu lah..” Xiumin baru saja menyelesaikan ceritanya.
“... ya.. membuat diri sendiri menderita itu tidak menyenangkan. Tapi lebih tidak menyenangkan membuat orang lain menderita.” Luhan, pemuda yang satunya memberi tanggapan.
Xiumin tersenyum miris, sekarang dia dan Luhan sedang berada didekat salah satu lapangan. Mereka duduk direrumputan hijau sambil melihat anak-anak kecil yang tengah bermain bola sepak. Xiumin tersenyum melihat gerombolan anak kecil itu, ia jadi teringat Sohee. Saat masih kecil Sohee selalu mengomentarinya yang tidak pernah bermain permainan anak laki-laki.
Tiba-tiba saja ia memegang sebelah dadanya. Tempat dimana jantungnya berdetak sangat kencang. Ia merasakan sakit yang amat sangat. Dia meringis kesakitan. Luhan yang berada disampingnya panik, ia terus menerus bertannya “Xiumin, apa kau baik-baik saja? Xiumin, apa jantungmu terasa sakit lagi? Hei. Xiumin jawab aku?!”
Tak satupun pertanyaan yang dilontarkan Luhan ia jawab. Fikirannya tidak fokus, jantungnya benar-benar terasa sakit sekarang. ia mencengkram sebelah tangan Luhan. Luhan terus memperhatikannya. Wajah Luhan kelihatan panik, dia bingung. Dia bingung harus melakukan apa. Ya ampun.. semua kepanikannya ini membuatnya bodoh.
Ah~ Sohee, sebaiknya ia menelepon Sohee.
Call—
“Sial! Nomornya tidak aktif.” Luhan menggerutu.
Setelah bersitegang dengan fikirannya yang kacau Luhan tahu, -Rumah Sakit- ya.. dia harus membawa Xiumin kesana.
Luhan berdiri dari posisi duduknya, ia membopong Xiumin yang masih memegang jantungnya. Dia berjalan keatas, berharap ada taxi yang lewat dijalan yang tidak besar ini.
Dewi fortuna sedang berpihak kepadanya, ada satu taxi lewat dihadapan mereka. Luhan menghentikan taxi itu, setelah taxi itu benar-benar berhenti ia membantu Xiumin untuk masuk.
“Bawa kami kerumah sakit terdekat!” Luhan memerintah kepada supir taxi itu.
Luhan melihat Xiumin yang makin kesakitan, Luhan baru ingat! Ia merogoh kedalam tas tangan wanita yang dibawa Xiumin tadi. Mengambil ponsel Xiumin, dan buru-buru menelpon kedua orangtua Xiumin.

~

Luhan sedang berada dilorong rumah sakit, keadaan Xiumin benar-benar keritis sekarang. Kedua orangtua Xiumin suda datang, untung mereka datang saat Xiumin sudah memaki baju rumah sakit. Apa jadinya jika mereka datang saat Xiumin masih  menggenakan dress wanita seperti tadi?
Luhan menghilangkan fikirannya yang tidak jelas itu. Dia berjalan keluar rumah sakit, mencoba menelpon Sohee sekali lagi. Tapi tetap saja, nomor-nya tidak bisa dihubungi. “Sohee, dimana kau? Xiumin  benar-benar membutuhkanmu sekarang!”
Luhan kembali masuk kedalam rumah sakit. Dokter baru saja keluar dari dalam sana, kedua orangtua Xiumin yang tadinya duduk cepat-cepat berdiri. Dari kejauhan Luhan melihat dokter sedang bicara dengan kedua orangtua Xiumin. Dokter itu memasang wajah bersalah, Luhan melihat pergerakan mulut dokter itu ‘Maaf, kami sudah melakukan semua yang kami bisa. Tapi, anak kalian tidak bisa diselamatkan.’ Detik berikutnya tangis kedua orangtua Xiumin pecah.
Luhan yang hanya melihat hal itu dari kejauhan-pun ikut menagis. Dia menangis dalam diam. ‘Jika nanti Tuhan memanggilku, itu artinya Tuhan membutuhkanku.’ Ucapan Xiumin beberapa jam lalu kembali ia ingat.
“Karena Tuhan yang membutuhka-mu, aku akan membiarkanmu pergi. Yaa.. walaupun aku bukan siapa-siapa mu~” Luhan bergumam lirih.
-Di Tempat Lain-
Kletak!
“Aduh!” Sohee meringis.
“Kau tidak apa-apa Sohee?” Kris yang ada disampingnya bertanya.
“Yaa, aku tidak apa-apa. Tapi heel sepatunya patah. Benar kata Xiumin seharusnya aku tidak memakai sepatu ber-heel tinggi seperti ini.” Sohee bergumam, gumaman yang masih bisa terdengar oleh Kris.
“Um.. Xiumin selalu benar.” Kris ikut bergumam.
‘Kenapa firastku tidak enak?’ ucap Sohee dalam hati. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan mengaktifkannya.
13 panggilan tak-terjawab dari Luhan.
Sohee membulatkan kedua bolamatnya, kenapa Luhan menelpon-nya. apa jangan-jangan terjadi seuatu?
“Kris, bisa antar aku pulang? Firastku tak enak..” Sohee berkata serius.

~

Xi Luhan Call—
“Luhan apa yang yang terjadi, mengapa kau menelpone ku sampai 13 panggilaan, apa kau ingin menerorku ? ini tidak lucu Luhan” Sohee sedang menelpon Luhan, sekarang ia tengah berada didalam mobil milik Kris.
“Tunggu dulu Sohee—, maaf telah membuatmu marah di kencan kita,  maaf telah mengajakmu kencan hari ini, maaf aku telah mencuri tasmu dan ma—“
“Hei! Apa yang kau— ” Sohee memotong pembicaraan Luhan, dia belum selesai bicara.
Tapi Luhan meneruskan lagi perkataannya “—af aku telah membuat teman masa kecilmu meninggalkan kita, maafkan aku...“ suara Luhan yang ada diseberang sana terdengar sangat –lirih?-
Dalam beberapa saat Sohee lupa bagaimana caranya bernafas, nafas-nya tercekat. Detik berikutnya satu bulir airmata jatuh diatas pipi putihnya, disusul dengan berbulir-bulir airmata lain yang mulai jatuh dari kedua kelopak matanya.
Dia menutup hampir sebagian wajahnya dengan kedua tangannya, dia terisak. Bahunya terguncang. Dia benar-benar menangis sekarang.. sepertinya dia sudah mengerti maksud semua perkataan Luhan tadi.

 
^©^


Musim Panas ~6 tahun kemudian~

6 tahun setelah Xiumin pergi meninggalkan mereka semua. Sekarang ini Sohee tengah berada ditahun terakhirnya kuliah, sehari setelah Xiumin meninggal, dia terus saja menangis. Dia masih belum sepenuhnya percaya jika Xiumin benar-benar sudah tidak ada. Setahu dia, Xiumin tidak menderita penyakit apa-apa. Tapi dia salah, ternyata Xiumin menderita sakit jantung. Xiumin divonis menderita penyakit jantung saat kelas 2 SD. Sohee tahu itu dari kedua orangtuanya, Xiumin curang! Kenapa dia tidak pernah memberitahunya? Kenapa dia harus mendengar semua kebenaran itu dari mulut orang lain? Dan bagaimana bisa dia menyebunyikan penyakitnya itu hampir 10 tahun darinya?
Sohee berjalan dilorong universitasnya, sambil terus menerus memikirkan Xiumin. Tiba-tiba saja—
Bugh—
Dia menabrak seseorang. “Maaf, maafkan aku..” Sohee berucap, dia terus membungkuk-bungkukan badannya 90º.
“Sohee?” orang yang ditabraknya tadi bertannya.
Sohee yang merasa namanya dipanggil-pun menjawab “Ya.. namaku Sohee, bagaimana kau bisa tahu?” Sohee sudah tidak membungkukkan badannya lagi. Ia menatap orang yang menabraknya tadi, seorang pemuda rupanya. Wajah pemuda itu kelihatan menyeramkan.
“Wah.. ternyata benar-benar Sohee, sudah lama sekali sejak kita tidak pernah bertemu. Apa kau mengingatku?” Pemuda itu berucap riang.
Sohee hanya menggelengkan kepalanya, antara menjawab pertanyaan pemuda itu. Dan merasa heran akan sikap pemuda itu.
“Aku ini Tao!” pemuda itu-Tao- dia menyebutkan namanya.
Sohee mengangkat kedua alisnya, Tao? Siapa? Tao? Tao? Nama itu tidak asing di memorinya. Sohee menutup kedua matanya, dia berfikir keras. Ah~ dia tau..
“Kau, Tao?! Huang Zi Tao?! Si anak panda?” Sohee benar-benar merasa senang sekarang, sudah lama sekali ia tidak bertemu anak itu. Tao ini teman SD-nya, saat tahun kedua di SMP dia pindah ke Cina.
“Hei! Panggilanku itu ‘kunfu panda’ bukan ‘anak panda’.” Pemuda itu sedikit membenarkan kata-kata Sohee.
“Apapun itu.” Sohee mengibaskan tangannya. Untuk selanjutnya merka tertawa bersama.

~

“Sohee?” Tao bertannya. Sekarang mereka tengah berada ditaman universitas.
“Ya?” Sohee menjawab, hanya jawaban singkat.
“Apa kau dan dia sudah membuat istana kalian sendiri?” pertanyaan aneh dilontarkan Tao.
“Eumm, maksudmu?” Sohee kelihatan bingung.
“Eh? Apa kau tidak ingat kejadian saat kita kelas 4 SD dulu? Saat aku baru saja pindah ke-Korea? Saat aku pertama kalinya bertemu Xiumin, pemuda yang wajahnya sangat mirip denganmu itu?”
Pertanyaan Tao barusan memutar kembali sepenggal memori diingatannya.

_Flashback~_

“Wah.. wajah kalian mirip!” seorang anak laki-laki berucap riang, sambil menunjuk seorang anak laki-laki lain yang tengah bermain disalah satu kotak pasir taman bermain. Baru pertama kali dia melihat secara langsung seseorang yang bukan kembar memiliki wajah sangat mirip. Walaupun jarak antara pemuda dan anak itu bisa dibilang cukup jauh, tapi hanya dengan sekali lihat saja dia bisa dengan mudahnya melontarkan kalimat itu.
Gadis kecil disamping memutar kedua bola matanya, sebelum akhirnya dia berkata “Kau adalah satu, dari banyak orang yang bilang kalau kami ini mirip”
“Eh? Tapi, aku serius! Wajah kalian benar-benar mirip! Mungkin suatu hari kalian akan jadi sepasang kekasih” anak laki-laki itu masih kelihatan sangat semangat.
“Hah? tidak mungkin!” gadis kecil disampingnya mengelak.
“Tapi, ibuku bilang. orang yang wajahnya mirip itu ditakdirkan untuk bersama.” Anak lelaki itu memasang wajah polosnya saat mengucapkan rentetan kalimat itu.
“Sudah kubilang tidak mungkin! ya tidak mungkin! dia itu manja, lihat  saja tingkahnya, sudah kelas 4 SD tapi masih suka bermain pasir seperti itu. Bahkan dia sering mengajakku untuk bermain bersamanya.” Lagi-lagi gadis kecil disampingnya mengelak.
Dari kejauhan anak laki-laki lain yang tengah bermain dikotak pasir itu memanggil nama gadis kecil itu.
“Sohee-chan! Sohee-chan! Cepat ke sini, istana pasir yang kubuat sudah hampir selesai!” anak lelaki yang bermain pasir itu berucap semangat.
Gadis kecil yang bernama Sohee itu memutar kepalanya kehadapan anak lelaki yang ada disampingnya “Lihat, kan ! Semua yang kubilang tadi itu benar. Sudah dulu yah, bye Tao~”
Anak laki-laki, disampingnya hanya terdiam. Wajahnya nampak seperti orang yang sedang terkejut, tapi ia bukan sedang terkejut. Ia hanya merasa heran.
“Yaks! Umin sudah kubilang jangan memangiku, dengan embel-embel 'chan' begit. Aku ini bukan tokoh-tokoh kartun yang sering kau lihat di TV itu!” Sohee berucap keras sambil sedikit berlari menghampiri anak laki-laki lain yang ia panggil ‘Umin’ tadi.

_End Flashback~_

“Kejadian itu yah? Eumm.. sepertinya Umin dan aku tidak akan pernah membuat istana kami sendiri.” Sohee bergumam lirih, Tao yang ada disebelahnya menatapa bingung. Apa yang Sohee bicarakan?
“Kenapa Sohee. Apa terjadi sesuatu?” Tao sedikit bertanya.
“Xiumin sudah tidak ada!”
“Maksudmu?” pemuda itu masih kelihatan bingung. Sebenarnya ada apa?
“Hari ini tepat enam tahun Xiumin meninggal, dia menderita sakit jantung. Padahal saat terakhir kami bertemu dia kelihatan baik-baik saja. Tapi takdir berkat lain.” Setitik airmata jatuh dari salah satu kelopak mata Sohee. Selalu seperti ini, jika itu menyangkut tentang Xiumin dia pasti akan menangis.
“Apa takdir harus sepenuhnya disalahkan?—” -Tao-pemuda disebelahnya berkata dingin.
Sohee mengalihkan pandangannya menatap pemuda itu, wajah pemuda itu kelihatan sangat serius.
“—kenapa harus selalu takdir yang disalahka? Bukankan sebenarnya kita bisa merubah takdir kita sendiri?” pemuda itu melanjutkan perkataannya, kali ini wajahnya kelihatan sedih.
“Tao?” wajah Sohee kelihatan terkejut, mungkin benar apa yang Tao katakan. Jika kita bisa merubah takdir kita sendiri. Dan sepertinya Sohee yang telah merubah takdir itu.
“Bukankah kau bilang ini tepat enam tahun Xiumin meninggal? Maukah kau mengantarku kemakamnya?” pemuda itu kembali bertanya. Ia tersenyum, tapi hanya untuk menyembunyikan kesedihannya.
Sohee menyeka air matanya, kemudian ia berkata “Ya.. tentu saja” selanjutnya wanita itu juga tersenyum.

~

Sekarang ini Tao dan Sohee tengah berada ditempat dimana Xiumin dimakamkan. Sebelum datang kemari, mereka berdua menyempatkan untuk membeli sebuket bunga. Tao menaruh buket bunga itu diatas makam Xiumin. Dia memejamkan matanya untuk berdo’a, Sohee berdiri disampingnya. Tao sedang berjongkok memegang pusara milik temanya itu, didetik berikutnya Sohee ikut berjongkok. Ia ikut memegang pusara milik Xiumin.
Beberapa menit kemudian sebuah bayangan muncul dibelakang mereka. Sohee membalikkan badannya, melihat siapa orang lain yang datang mengunjungi makam  Xiumin.
“Luhan?” Sohee berucap keras. Sudah lama sekali ia tidak melihat pemuda itu. Luhan sedikit terkejut, ia tidak menyangka akan bertemu Sohee disini.
Tao yang mendengar Sohee memanggil nama yang tak asing baginya itu, ikut membalikkan badannya. “Xi Luhan?!” ucapan Tao terdengar lebih keras dari yang Sohee katakan tadi.
“Huang Zi Tao?” kali ini Luhan benar-benar terkejut. Tapi kelihatannya Sohee yang paling terkejut disini.
“Bagaimana bisa kalian saling kenal?” sebuah pertanyaan tiba-tiba saja keluar dari mulut Sohee.

~

“Jadi saat SMP dulu kalian satu sekolah di Cina?” sekarang Sohee, Luhan, dan Tao tengah berada diluar pemakaman. Setelah Luhan menaruh bunga yang ia bawa tadi dan sedikit berdo’a didepan makan Xiumin mereka memutuskan untuk mengobrol diluar. Tidak baik bukan membuat keributan di tempat pemakaman?
“Ya..” mereka berdua mengangguk bersamaan
“Wah.. tidak kusangkan, dunia ini memang sempit yah?” Sohee takjub, ia mengerjapkan matanya berkali-kali
“Sudahlah Ahn Sohee, berhenti bertindak seperti anak kecil.” Luhan berucap, Tao yang berada disebelahnya hanya tersenyum.
“Bukankah kau yang selalu bertindak seperti anak kecil?” Sohee membenarkan fakta. Sohee dan Tao tertawa bersamaan, dan Luhan? Pemuda itu kelihatan menekuk mukanya dia kelihatan kesal.
“Sudahlah! Berhenti tertawa!” Luhan menaikan nada bicaranya.
Sohee dan Tao menghentikan tawa mereka.
“Oiya.. Sohee, ada yang ingin aku bicarakan.” Wajah Luhan kelihatan serius sekarang.
“tentang apa?” Sohee memiringkan sedikit kepalanya.
“Xiumin.” Luhan mendongkakkan wajahnya, melihat langit biru tanpa awan yang menghiasinya.
Sohee melihat Luhan, wanita itu tengah menunggu apa yang akan pemuda dihadapannya ini ceritakan.
“Sebenarnya Xiumin—”

_Flashback~!_

Langit sore mulai terlihat, dua orang pemuda tegah bercakap-cakap diatas rerumputan sambil melihat segerombolan anak-anak kecil yang tengah bermain bola. Satu dari pemuda itu kelihatan tengah berceritan, dan satu pemuda lainnya kelihatan serius mendengarkan.
“Awalnya aku menolak, tapi entah kenapa ada hal yang mengganjal dihatiku jika aku tidak menolongnya. Sebenarnya aku menyukainya, tapi ada hal yang membuatku tidak bisa menyatakannya. Aku takut, jika dia juga menyukaiku dia akan bersedih nantinya.”
“Apa hal yang membuatmu tidak bisa menyatakan perasaanmu itu?” pemuda yang mendengarkan kelihatan bertannya.
“Aku sakit, Luhan..” pemuda yang bercerita memberi jawaban.
“Tapi, sakit apa? Kau kelihatan baik-baik saja Xiumin!” Luhan-pemuda yang mendengarkan- itu kembali bertannya.
“Aku menderita sakit jantung saat aku kelas 2 SD, awalnya aku ingin menceritakkan soal penyakitku ini ke Sohee. Tapi, aku tidak mau membuat di meras kasihan padaku. Aku paling benci dikasihani.. Jika nanti Tuhan memanggilku, itu artinya Tuhan membutuhkanku. Itulah kenapa aku tidak pernah takut mati.” Xiumin memberi jawaban.
“Jadi itulah kenapa sepersekian detikmu itu sangat berharga?” Luhan kembali bertannya.
“Seperti itu lah..” Xiumin berucap.
“... ya.. membuat diri sendiri menderita itu tidak menyenangkan. Tapi lebih tidak menyenangkan membuat orang lain menderita.” Luhan, pemuda yang satunya memberi tanggapan.
Xiumin tersenyum miris..

_End Flashback~!_

“Jadi seperti itu.. sebenarnya dia menyukaimu, tapi karena penyakitnya. Dia harus mengubur dalam semua perasaannya itu.” Luhan menyelesaikan ceritanya. Ia melihat Sohee yang tertunduk, sepertinya wanita itu meras bersalah.
“kapan? Sejak kapan dia mulai menyukaiku? Kenapa aku tidak pernah menyadarinya?” Sohee berucap, dia masih menunduk.
“Entahlah, mungkin sejak kalian mulai tumbuh dewasa.” Ucapan itu lolos dari mulut Luhan begitu saja.
“Eh? Bukankah Xiumin sudah menyukai Sohee dari kecil? Aku tidak tau tepatnya, tapi saat kami kelas 4 SD dulu Xiumin menulis sesuatu di bawah istana pasir yang dia buatnya saat aku pertama kali melihatnya.” Tao ikut angkat bicara, ternyata pemuda itu juga ikut mendengarkan cerita Luhan dari tadi.
Sohee mendongkakan kepalanya, kali ini ia melihat Tao. Mimik mukanya menunjukkan jika ia meminta Tao menceritakannya lebih.

_Flashback~_ 

...
Tao kecil masih terdiam diposisinya, ia mengamati Sohee yang berlari mendekati Xiumin yang berada di kotak pasir. Kedua anak kecil itu kelihatan tengah membicarakan sesuatu. Tao tidak bisa mendengar apa yang mereka berdua bicarakan, jarak mereka memang cukup dekat. Tapi, suara mereka berdua terlalu kecil untuk bisa didengarkan. Setelahya Tao melihat Sohee yang tengah menyeret Xiumin keluar dari kotak pasir itu, Tao tersenyum melihat tingkah kedua anak itu. Menit berikutnya kedua anak tadi sudah tidak terlihat.
Tao-pun mulai melangkahkan kakinya, ia mendekati kotak pasir yang baru saja ditinggalkan Sohee dan Xiumin tadi. Ia melihat istana pasir berukuran kecil yang masih ada disana –istana pasir yang dibuat Xiumin tadi- dibawah istana pasir itu terdapat gambar dua orang yang tengah berpegangan tangan, satu laki-laki dan satu perempuan. Serta  sebuah tulisan yang ditulis menggunakan ranting kayu. Tulisan itu ‘Xiumin Sohee’ dan ada satu gambar hati di antara dua tulisan itu. Lagi-lagi Tao tersenyum, ia masih melihat isi  kotak pasir itu. Kemudian ia mulai melangkahkan kembali kakinya.

_End Flashback~_


^©^


~Satu Bulan kemudian~

Suara lonceng terdengar nyaring, kelopak bunga berterbangan. Pintu sebuah gereja terbuka, menampilkan dua orang yang tersenyum bahagia. Si pengantin wanita kelihatan tengah merangkul lengan si mempelai pria, disatu tangannya ia kelihatan tengah memegang sebuket bunga. Orang-orang dibawah sana kelihatan tengah menunggu pengantin wanita itu melempar buket bunga itu.
Yaa.. ini hari besarnya, setelah bertahun-tahun merajut cinta bersama pria itu. Akhirnya hari ini-pun tiba, hari pernikahan mereka berdua. Pengantin wanita itu –Ahn Sohee– dan mempelai pria itu –Wu Yi Fan–
‘Jika itu dengan Kris, aku tidak apa. Kris itu pemuda yang baik, dia teman baikku. Dia akan selalu melindungimu, dan aku menjaminnya. Dengar, aku ini selalu benar.’ Lontaran kata beberapa tahun lalu itu kembali berputar dikepalannya.
“Ya.. Xiumin, kau selalu benar.” Sohee bergumam kecil, untuk kemudian ia melemparkan buket bunga itu. Buket bunga itu melayang, kemudian jatuh tepat digenggaman seorang pria tinggi dengan lingkar hitam dikelopak bawah matanya –Huang Zi Tao– pemuda itu yang mendapatkannya, Tao mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian ia tersenyum kearah Sohee yang juga tersenyum kepadannya.
~Dunia ini memang bukanlah negeri dongeng yang ditinggali banyak tokoh baik dan satu nenek sihir jahat, yang dengan satu kebaikan serta sedikit bubuk peri kita bisa dengan mudahnya mengalahkan nenek sihir itu, dan akhir bahagialah yang didapat. Tapi meski dunia ini bukan negeri dongeng , aku harap kita bisa membuat sebuah happy ending yang indah. Dengan aku sebagai pangeran dan kau sebagai putrinya~
Sohee memandang Kris yang ada disampingnya, memberikan sebuah senyum tipis. Kemudian pandangannya ia alihkan kepada Tao yang tengah dikelilingi banyak orang yang mengucapkan “Selamat!” kepadanya.
Lontaran kalimat tadi, kata-kata yang Xiumin ucapkan padanya saat mereka kecil dulu.
“Hanya sebuah impian yang sederhana memang. Tapi, sayangnya impian sesederhana itu tidak dapat tercapai. Itu semua karena aku yang merubah takdir kita.. Mungkin jika 16 tahun lalu aku percaya dengan ucapan Tao, aku bisa membuat akhir kisah kita menjadi bahagia. Tapi pada akhirnya hanya kisah-ku lah yang berakhir indah, sedangkan kau?  Mungkin kau juga membuat akhir yang indah, bukan didunia memang. Tapi, ditempat lain.. Ditempat yang pastinya jauh lebih indah dari dunia ini.”

—The End—

A/N : huft~ akhirnya selesai juga buat fanfic ini. Ide ceritanya dibantu sama Kakak saya.. Arigatou Nee-chan~ Ini ff pertama yang saya Upload. Makasih sama yang sudah mau baca *nunduk 90º*
Review?